Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di desa pakraman di Bali kini memasuki
era baru menyusul diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Lembaga Keuangan Mikro (LKM). UU ini menegaskan LPD di Bali dan Lumbuh Pitih
Nagari di Padang sebagai lembaga keuangan milik komunitas adat yang diatur
dengan hukum adat sehingga tidak tunduk dengan UU LKM. UU ini diundangkan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 8 Januri 2013 setelah sebelumnya
disahkan DPR RI pada 11 Desember 2012.
Ketua Badan Kerja Sama (BKS) LPD se-Kabupaten Badung, I Wayan Gede
Budaartha menyatakan disahkannya UU LKM patut disambut hangat kalangan pemilik
dan pengelola LPD di Bali. “Hal itu tidak saja karena UU LKM mengakomodasi
perjuangan masyarakat adat Bali agar LPD tidak dimasukkan sebagai LKM karena
karakternya yang khas tidak sama dengan LKM, bank atau pun koperasi, tetapi
lebih dari itu UU LKM menunjukkan pengakuan Negara atas kekhususan LPD sebagai
lembaga adat di bawah naungan desa adat yang melaksanakan fungsi keuangan dan
ekonomi di desa adat,” kata Budaartha.
Dalam UU LKM pada Bab XIII, Pasal 39, ayat/angka (3) secara eksplisit
disebutkan ”Lembaga Perkreditan Desa dan Lumbung Pitih Nagari serta lembaga
sejenis yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, dinyatakan diakui
keberadaannya berdasarkan hukum adat dan tidak tunduk pada Undang-Undang LKM
ini.” “Penegasan bahwa LPD diakui keberadaannya berdasarkan hukum adat jelas
menunjukkan bahwa LPD itu memang dikecualikan justru karena LPD sebagai duwe (aset milik penuh) desa adat yang
diatur berdasarkan hukum adat Bali. Bukan aturan di luar adat dan hukum adat
Bali,” tegas Penyarikan Agung Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali,
I Ketut Sumarta.
Sumarta menjelaskan, LPD di Bali telah melalui dua era penting. Era
pertama mulai 1984 saat LPD diperkenalkan hingga sebelum berlakunya Perda No. 4
tahun 2012 tentang LPD yang menyebutkan LPD sebagai milik desa pakraman tetapi
diatur dengan hukum Negara berupa perda atau pergub. Setelah berlakunya Perda
No. 4 tahun 2012, pengaturan LPD mulai melibatkan Majelis Desa Pakraman (MDP)
sebagai wadah tunggal desa pakraman di Bali. Era baru ini diperkuat dengan
keluarnya UU LKM yang menegaskan LPD secara penuh diatur dengan hukum adat.
“Sejak awal LPD didirikan memang dikonstruksi sebagai lembaga milik adat
di desa adat yang belakangan disebut desa pakraman. Semangat awal Pak Mantra
memang begitu,” kata Sumarta.
Mengenai bantuan dana pemerintah kepada desa adat saat pendirian LPD,
menurut Sumarta, hal itu sebagai catu,
bukan bentuk penyertaan modal. Kedudukan catu
itu mirip dengan dana punia sebagai wujud pengakuan dan pengayoman Negara
terhadap lembaga adat. “Pemberian catu
atau dana punia itu tidak lantas berarti pemerintah bisa intervensi atau campur
tangan terhadap LPD. Fungsi pemerintah sebatas mengakui dan mengayomi seperti
diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 18B,” tegas Sumarta. (*)
0 komentar:
Posting Komentar